Pengusaha Roti di Klaten Harus Menghitung Ulang Biaya Produksi Gara-Gara Elpiji Naik

pengusaha roti di klaten
Roti Bu Basuki, Desa Jonggrangan, Kecamatan Klaten Utara. Foto: solopos.com

Bisnis roti, kue serta food and beverage lain memang bergantung pada banyak aspek. Salah satunya adalah pada anggaran produksi yang terkait dengan ketersediaan bahan bakar. Dalam hal ini, pengusaha roti di Klaten harus menghitung ulang biaya produksinya akibat harga elpiji naik.

Tak pelak, pengusaha roti di Klaten harus menghadapi situasi yang dilematis. Karena sudah barang tentu kenaikan bahan bakar berupa gas ini memiliki efek domino yang signifikan.

Contohnya saja, salah satu lokasi pusat produksi roti di kawasan Klaten, yang juga banyak dikenal sebagai kampung roti Klaten. Pusat pembuatan roti yang berlokasi di Ds. Jonggrangan, Kec. Klaten Utara ini menggunakan elpiji 12 kg. Tentu saja dalam ukuran ini, elpiji tersebut tidak bersubsidi.

Dikutip dari pertamina.com, harga jual elpiji 5,5 kg dan 12kg nonsubsidi di tingkat agensi bervariasi dari satu tempat ke tempat lain.

Untuk lokasi pengisian gas yang berada di Jawa Tengah antara lain Boyolali, Cilacap, Demak, Kudus, Pemalang, Semarang, Solo dan Tegal, Bright Gas 5.5kg dibanderol dengan harga Rp88.000 pada level agen per tabungnya. Sedangkan Bright Gas 12 kg / LPG 12 kg seharga Rp 187.000 per tabung.

Situasi Dilematis Bagi Pengusaha Roti di Klaten

Ilustrasi pembuatan roti. Foto: Creative Commons

Tri Oktaviani, selaku karyawan dari tempat produksi roti Bu Basuki di Ds. Jonggrangan berkata, informasi tentang harga elpiji yang akan naik ini sudah ia ketahui. Karyawan dari pengusaha roti di Klaten ini mafhum jika harga elpiji akan berubah mulai Minggu, 27/2/2022.

Saat ini untuk memproduksi roti masih menggunakan stok yang sudah dibeli sebelum harga naik.

“Terakhir kami masih membeli per tabung dengan harga Rp165.000 untuk tabung 12 kg,” imbuh Ovi saat ditemui oleh solopos, hari Senin 28 Februari kemarin.

Toko roti skala rumahan tempat Ovie bekerja membutuhkan lima tabung LPG 12kg setiap harinya. Dengan penambahan harga elpiji nonsubsidi, Ovi mengaku cukup memberatkan.

Ditambah lagi, selama ini sumber bahan bakar masih mengandalkan LPG, terutama yang berukuran 12 kg. Penggunaan LPG itu terutama sangat penting untuk pembuatan kue.

Ovi melanjutkan,”Kenaikan elpiji berdampak pada kami. Kita harus menghitung ulang karena elpiji ini penting karena proses pematangan menggunakan bahan bakar LPG 12 kg.”

Dilema terbesar adalah apakah harus menaikkan harga roti atau tidak. Sejauh ini harga jual roti masih belum berubah, yaitu Rp21.000 untuk kardus kecil dan Rp42.000 untuk roti dalam kardus besar.

Pengusaha roti bermerk Bu Legi, Ratna, mengaku tidak mengetahui adanya kenaikan harga elpiji 12kg. Jika meningkat lagi, diakuinya akan menjadi beban bagi para pelaku usaha, terutama pengusaha roti di Klaten. Dia menjelaskan, saat ini harga beberapa bahan baku seperti margarin dan telur pun sudah naik. Jika elpiji naik lagi, Ratna terpaksa harus menghitung ulang harga jual rotinya agar tidak merugi.

Baca juga:

Hotdog Boy! Ramaikan Kuliner Yogyakarta

Mengintip Kisah Abadi Bagelen

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments