Panettone adalah roti khas dari Italia yang memiliki keunikan yang kuat. Makanan dari negeri yang beribukota di Roma ini terkenal dengan rasanya yang tajam dengan warna kuning mencolok. Sementara itu adonannya yang lembut namun lengket semakin menambah daya pikatnya.
Panettone sendiri menggunakan ragi khusus yang disebut dengan lievito madre, atau mother yeast. Atau dalam bahasa Indonesia, ‘induk dari segala ragi.’
Akan tetapi untuk menghasilkan produk yang baik, dibutuhkan waktu dan kesabaran ekstra tinggi untuk menguasai teknik pembuatannya.
Di Milan, Insider menemui fakta bahwa hanya lievito madre yang boleh digunakan untuk membuat panettone. Tanpa terkecuali. Lalu apa sesungguhnya yang membuat lievito madre sebagai bahan pembuat panettone menjadi sangat spesial?
Reporter Insider mengunjungi Pave, toko roti lokal yang berlokasi di Milan untuk mencari tahu mengapa menu khas Italia ini sangat berbeda dari yang lain.
Secara keseluruhan, diperlukan waktu selama tiga hari untuk membuat sebuah panettone. Ketika ditanyakan kepada Giovanni, pembuat menu khas Italia di Pave ini mengatakan jika lievito madre adalah satu-satunya ragi yang mampu memfermentasikan adonan dengan tepat dan lebih lama.
“Lievito madre membuat aromanya lebih kuat dan kelembutan di dalamnya bertahan lama. Usia induk dari segala ragi ini berusia 70 sampai 80 tahun. Sebelum dicampurkan dengan air, kami potong bagian kulitnya. Jika dirasakan, maka mengingatkan akan cita rasa yoghurt. Hal ini terjadi karena adanya proses fermentasi di dalam ragi.” kata Giovanni.
Cara Membuat Panettone
Ragi yang digunakan untuk membuat sekitar 25 kilogram adonan adalah 1 kg. Agar racikan yang dihasilkan sesuai dengan keinginan, lievito madre harus disegarkan sebanyak tiga kali.
Bagaimana cara menyegarkan ragi? Yaitu dengan cara memberikan air serta tepung setiap tiga setengah jam.
Giovanni menggunakan tepung yang disebut tipe 0, agar adonan menjadi lembut sekaligus kuat dan elastis. Suhu juga sangat penting. Temperatur ideal adalah 26 derajat celcius.
Begitu siap, maka ragi dibagi dua. Satu bagian akan digunakan untuk membuat panettone. Sementara bagian yang lain akan disimpan kembali untuk disimpan seiring waktu sebagaimana ragi sebelumnya yang telah berusia 80 tahun.
Itulah mengapa disebut sebagai mother yeast, atau induk dari segala ragi.
Saat malam hari, setelah ragi disegarkan sebanyak tiga kali, maka ditambahkan air, gula, butter dan kuning telur sebagai bahan campuran dasar panettone.
Sementara itu sisa dari bahan-bahan yang lainnya harus menunggu sampai keesokan harinya.
Proses Panjang Membuat Panettone
Setelah didiamkan semalaman, adonan dasar yang terbentuk akan terasa kenyal, dan berwarna kuning. Keharumannya sudah dapat dirasakan walau masih berbentuk adonan.
“Jika Anda menghirupnya, saya bisa pastikan itu adalah wangi paling enak yang pernah Anda rasakan. Jika Anda cicipi, rasa adonannya pun sangat enak.” ujar Giovanni.
Setelah itu, adonan dimasukkan ke dalam mesin bersamaan dengan tepung. Nantinya, adonan dasar ini akan dicampurkan bersama tepung hanya selama 10 menit agar menjadi elastis.
Setelah adonan mulai terbentuk, Giovanni melanjutkan prosesnya dengan memasukkan bahan-bahan lain. Mulai dari kuning telur, gula, campuran madu, pasta jeruk, vanila. Tidak lupa pula dimasukkan garam, butter, dan air. Lalu semua itu diaduk selama 40 menit.
“Bisa Anda lihat, adonannya kini tidak mudah sobek dan sudah terbentuk setelah diaduk. Kita siap membuat apa yang kita inginkan sekarang.” kata Giovanni.
Manisan jeruk, cedar dan kismis sultana akan dimasukkan terakhir. Sebab bahan-bahan ini berfungsi untuk menambah rasa namun tidak berkontribusi pada tekstur adonan.
Giovanni menunjukkan pada tahapan ini, seluruh bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam adonan menempel dan bercampur kuat dan tidak dapat lepas. Hal unik adalah, walaupun adonan ini kuat namun juga elastis. Itulah yang tidak dimiliki menu lain sebab hanya panettone yang mampu seperti itu.
Melalui Sebuah Tahapan yang Disebut Sebagai Pirlatura
Setelah adonan yang sudah dicampurkan dengan aneka bahan lain sudah siap maka diistirahatkan dahulu selama satu jam. Namun sebelumnya adonan telah dibagi ke dalam 25 bagian.
Hal berikutnya dari proses membuat kuliner khas Italia ini adalah sebuah tahapan unik yang disebut sebagai pirlatura. Teknik ini berfungsi untuk memberikan kekuatan yang diperlukan agar adonan dapat mengembang sempurna di dalam oven.
Istilah pirlatura berasal dari gerakannya. Sebuah teknik yang berasal dari kata Pirlare yang berarti “memutar.”
“Teknik ini diambil dari gerakan yang dilakukan saat mengolah adonan yaitu pirlare, atau memutar atau mengelilingi.” jelas Giovanni.
“Ada beberapa teknik pirlatura yang berbeda. Satu yang paling klasik adalah gerakan memutar-mutar poros sambil menepuk-nepuk adonan bagaikan putaran rotasi bumi. Bagian tengah atau porosnya harus berada pada tempatnya tidak boleh berubah. Tujuannya agar seluruh kekuatan adonan berada di pusatnya,” Giovanni melanjutkan.
Menggunakan Cetakan yang Disebut Pirottini
Setelah adonan kuat kini diperlukan sesuatu untuk mengarahkan adonan ke arah yang diinginkan yaitu ke atas. Pada tahap ini, maka dibutuhkan sebuah wadah atau cetakan.
Cetakan ini disebut sebagai pirottini dalam bahasa Italia. Pada zaman dahulu, cetakan yang digunakan untuk membuat panettone dibuat dari anyaman yang setelah dipakai dapat digunakan kembali.
Namun saat ini menggunakan bahan cetakan dari kertas. Setelah adonan diletakkan ke dalam pirottino, adonan akan disimpan di dalamnya untuk masuk ke tahap berikutnya.
Adonan harus diistirahatkan selama satu hari di dalam cetakan agar proses fermentasi berlanjut lebih lama. Hal ini agar teksturnya menjadi lebih lembut serta aroma yang dihasilkan akan lebih kuat.
Sentuhan Akhir Bernama Scarpatura
Setelah satu hari berlalu, masih ada satu hal lagi yang perlu dilakukan. Jika diperhatikan, panettone berbentuk bulat sempurna namun permukaannya tidak rata. Hal itu disebabkan oleh cara menyiapkan adonan sebelum dimasukkan ke oven.
Proses ini adalah memotong adonan dalam bentuk silang yang disebut dengan scarpatura. Teknik ini adalah penanda dari panettone Milan sejati.
Setelah dilakukan scarpatura, adonan dipanggang di dalam suhu 170 derajat celcius selama satu jam. Kemudian adonan dikeluarkan untuk diletakkan ke dalam sejenis penjepit khusus.
Setelah itu adonan bersama cetakannya akan digantungkan terbalik. Namun karena tebalnya adonan, maka jika dibalikkan tidak akan tumpah atau lepas.
Kemudian panettone yang telah dikeluarkan dari oven ini akan dibiarkan menggantung terbalik selama delapan jam sampai dingin.
Itulah keunikan panettone. Mulai dari ragi yang digunakan, sampai dengan cara pembuatannya. Semuanya memiliki sentuhan khusus dan unik yang jika dilewatkan maka akan memberikan hasil yang diluar dari keinginan.
Rasanya pun unik. Sebab walaupun manis namun tidak terasa seperti gula. Maka dari itu, makanan ini sering dijadikan makanan penutup yang manis namun tidak terasa “berat.” Cita rasa khas ini berasal dari rasa buah yang dimasukkan, juga hasil dari fermentasi saat proses pembuatannya.
Di Italia sendiri, panettone cenderung disajikan pada saat natal. Namun seperti yang dikatakan Giovanni, ia berharap menu ini bisa disajikan kapan saja setiap hari.
“Saya harap makanan ini dapat disajikan sebagai makanan penutup penduduk Milan setiap hari.” pungkas Giovanni.
Itulah keunikan dari Panettone, sebuah roti khas Italia yang memiliki tata cara dan bahan khusus demi mencapai cita rasa dan bentuk yang konsisten. Seluruh proses pembuatan roti khas penduduk Milan ini bagaikan karya seni yang memiliki nilai estetika tinggi. Karena itu, sebuah roti dapat memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi jika diolah dengan baik dan estetik.
Baca juga:
Cobain Yuk Resep Roti Bluder Khas Madiun untuk Berbuka Puasa