Lanzhou, ibu kota Provinsi Gansu di Tiongkok Barat Laut, mungkin belum sepopuler Beijing atau Shanghai. Namun, kota yang berjarak sekitar 1.490 kilometer di sebelah barat Beijing ini menyimpan warisan kuliner yang tak tergantikan: Mie Tarik Lanzhou (兰州拉面).
Hidangan ini bukan sekadar semangkuk mie, melainkan bagian dari identitas budaya Muslim Hui yang telah berkembang selama ribuan tahun di sepanjang Jalur Sutra.
Meskipun Gansu bukan wilayah otonomi khusus seperti Xinjiang atau Ningxia, Lanzhou memiliki karakter yang unik.
Bukan hanya karena Sungai Kuning (Huang He) yang mengalir di tengah kota, atau pergunungan pelangi yang viral di media sosial. Mie Tarik Lanzhou adalah alasan utama mengapa kota ini menjadi destinasi kuliner wajib bagi para pecinta mie.
Sejarah Mie Tarik Lanzhou: Lebih dari Sekadar Mie
Bagi banyak orang Tiongkok, Mie Lanzhou tidak bisa dipisahkan dari istilah “Lamian” (拉面), yang secara harfiah berarti mie yang ditarik dilansir dari Republika (17/0522).
Teknik ini diwariskan secara turun-temurun di kalangan Muslim Hui, sebuah komunitas yang memainkan peran penting dalam sejarah kuliner Tiongkok.
Menurut sejarah Mie Lanzhou sudah ada sejak lebih dari 100 tahun lalu, namun teknik dasar pembuatan mie tarik diperkirakan berasal dari lebih dari 4.000 tahun yang lalu di China Barat Laut.
Menariknya, peradaban Lanzhou bahkan diklaim sudah ada sejak 6.000–8.000 tahun yang lalu. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Informasi Publik Pemerintah Kota Lanzhou, dilansir dari ANTARA (14/07/18).
Peradaban ini bahkan jauh lebih tua dibandingkan Xi’an (3.000 tahun), Beijing (500 tahun), atau Shanghai (100 tahun).
Di seluruh Tiongkok, nama “Lanzhou” kini identik dengan restoran halal. Ciri khasnya? Papan nama berwarna hijau-kuning yang menjadi simbol kuat brand awareness di kalangan pecinta kuliner.
Di Lanzhou, makanan halal tidak perlu diberi label ‘qing zhen‘ karena bisa dikenali dari penampilan penjualnya, menurut Liu Chun dari Kantor Berita Xinhua. Sebagai ilustrasi, deretan penjual di Pasar Malam Zhengning membuat suasana seolah-olah “bukan di China”.
Hal ini karena para pedagangnya, terutama pria, mengenakan pakaian serba putih dan kopiah haji.
Rahasia Kelezatan Mie Tarik Lanzhou
Apa yang membuat mie ini begitu istimewa? Jawabannya terletak pada harmoni antara seni, tradisi, dan filosofi.
Setiap mangkuk bukan sekadar hidangan, melainkan kisah panjang tentang keahlian, ketelitian, dan warisan budaya yang diolah dengan penuh cinta.
Dari segumpal adonan tepung sederhana siap diubah menjadi untaian mie yang sempurna. Prosesnya dimulai dengan tangan kosong, koki di kota ini menarik adonan dengan gerakan cepat namun penuh presisi, melipat, memutar, lalu menarik lagi.
Setiap tarikan menghasilkan untaian mie yang semakin panjang dan tipis, menciptakan tekstur kenyal yang menjadi ciri khas Lamian.
Namun, mie yang sempurna saja tidak cukup. Kaldu sapi bening adalah kunci utama dari kelezatan kudapan ini.
Kaldu dibuat dari tulang sapi yang direbus berjam-jam bersama rempah-rempah pilihan seperti kayu manis, bunga lawang, jintan, jahe segar, dan merica putih.
Proses perebusan yang sabar ini menghasilkan kaldu berwarna bening keemasan, ringan namun kaya rasa umami yang mendalam. Tidak ada kecap atau gula, hanya rasa alami dari daging dan rempah yang menyatu sempurna.
Filosofi dari Menu Lamian
Kemudian, ada sentuhan yang tak kalah penting dari mie yang dijual di Lanzhou. Jadi menu ini memiliki filosofi “Wu Se” (五色) atau Lima Warna.