Meskipun sama-sama bernama nasi liwet, hidangan khas Nusantara ini memiliki dua versi populer yang berasal dari dua budaya berbeda: nasi liwet Solo dari Jawa Tengah dan nasi liwet Sunda dari Jawa Barat.
Sekilas terlihat serupa karena keduanya merupakan nasi gurih yang disajikan dengan aneka lauk, namun sebenarnya terdapat perbedaan yang signifikan dari segi bahan, cara memasak, penyajian, hingga filosofi budaya di baliknya.
Asal Usul dan Sejarah
Nasi liwet Solo berasal dari Desa Menuran di Sukoharjo, tak jauh dari Kota Surakarta. Konon, nasi ini pertama kali disajikan saat perayaan sekaten dan salah satu simbol tolak bala.
Awalnya menggunakan minyak samin, namun kemudian masyarakat menggantinya dengan santan, yang justru menghasilkan rasa gurih khas ciri utama nasi liwet Solo.
Dalam Naskah Centhini, penyusunan isinya dibagi berdasarkan jenis tembang. Tujuannya adalah untuk melestarikan ilmu pengetahuan dan budaya Jawa agar tidak hilang ditelan zaman. Nasi liwet khas Solo pun tercatat dalam naskah tersebut sejak tahun 1819 Masehi.
Sementara itu, nasi liwet Sunda lahir dari kebiasaan masyarakat agraris di Jawa Barat. Saat bekerja di sawah, para petani memasak nasi dan lauk sederhana dalam satu panci besar agar efisien.
Tradisi makan bersama dari satu wadah ini berkembang menjadi budaya ngaliwet, yang kini menjadi simbol kebersamaan dalam keluarga atau komunitas.
Perbedaan dalam Proses Memasak
Salah satu perbedaan paling mendasar antara nasi liwet Solo dan nasi liwet Sunda terletak pada cara memasaknya.
- Nasi liwet Solo dimasak dengan santan, ditambah daun salam, serai, dan rempah lainnya seperti lengkuas dan daun pandan. Hasilnya adalah nasi bertekstur pulen dan aroma yang harum kuat.
- Sebaliknya, nasi liwet Sunda tidak menggunakan santan. Nasi dimasak bersama bumbu tumis yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, lengkuas, cabai, dan daun salam. Dalam prosesnya, lauk seperti ikan asin atau teri ditambahkan saat nasi hampir matang.
Isi dan Lauk Pendamping
Isi atau pelengkap dari kedua nasi liwet ini pun mencerminkan budaya kuliner daerah asalnya.
- Nasi liwet Solo biasanya disajikan dengan ayam suwir berbumbu opor, telur pindang, sayur labu siam, dan areh (santan kental pekat yang menjadi ciri khas utama).
- Sebaliknya, nasi liwet Sunda lebih meriah dan segar dengan aneka lauk seperti ayam goreng, tahu dan tempe, sambal terasi, ikan asin, serta lalapan segar seperti mentimun dan daun kemangi.
Penyajian yang Berbeda
Dalam hal penyajian pun terdapat perbedaan budaya yang mencolok:
- Nasi liwet Solo sering disajikan dalam pincuk atau wadah daun pisang, menonjolkan tradisi khas keraton dan kesederhanaan khas Jawa Tengah.
- Nasi liwet Sunda disajikan dalam kastrol (panci logam) atau digelar di atas daun pisang panjang untuk dimakan ramai-ramai—sebuah bentuk budaya komunal yang kuat di masyarakat Sunda.
Dari sejarah hingga rempah, dari lauk hingga cara makan, perbedaan nasi liwet Solo dan nasi liwet Sunda mencerminkan kekayaan kuliner Indonesia yang lahir dari tradisi, budaya, dan kreativitas masyarakatnya. Keduanya menyajikan kelezatan yang unik dan tak tergantikan.
Mencicipinya bukan sekadar makan, melainkan juga menyelami cerita dan kebiasaan masyarakat dari dua daerah yang berbeda.