Ada beberapa jenis kudapan yang sering disajikan saat Tahun Baru Imlek. Mulai dari mooncake, lapis legit, dan lain sebagainya. Kali ini kita akan membahas mengenai bukan cuma bentuk dan rasa tapi juga makna filosofi kue keranjang yang identik dengan perayaan Tahun Baru warga Tiongkok.
Apabila merujuk pada asal bahasanya, kue keranjang disebut juga sebagai Nian Gao dalam bahasa Mandarin. Arti dari istilah itu adalah ‘kue beras.’ Masyarakat Indonesia sendiri juga menyebut kudapan ini dengan Kue Bakul atau Kue Ranjang.
Legenda Di Balik Filosofi Kue Keranjang
Sebagaimana kudapan khas Tionghoa lain yang kental dengan unsur budaya, Kue Keranjang pun tak luput dari kisah legenda. Cerita ini berkaitan dengan Dewa Dapur yang berunsur mitos dan ada pula kisah mengenai kisah ksatria.
1. Legenda Dewa Dapur
Kisah pertama berasal dari kisah legenda mengenai Dewa Dapur. Masyarakat Tionghoa kuno meyakini bahwa Dewa Dapur selalu memberikan laporan ke Kaisar Giok setiap tahun. Melihat hal itu, masyarakat berupaya mempengaruhi Dewa Dapur dengan cara membuat sang dewa merasa senang.
Upaya itu terwujud ke dalam tindakan masyarakat untuk memberikan Kue Keranjang agar Dewa Dapur tidak mengejek kondisi rumah mereka. Dengan kata lain, persembahan tersebut adalah bertujuan untuk “menutup mulut” dewa.
Dari sinilah diyakini jika Kue Keranjang adalah salah satu persembahan bagi dewa dan selalu disiapkan menjelang Tahun Baru Imlek.