Kelangkaan matcha, bubuk teh hijau khas Jepang, kini dampaknya semakin meluas dari Negeri Sakura ke berbagai negara. Beberapa wilayah terdampak dekat dengan Indonesia seperti Singapura dan Australia.
Penjualan produk matcha di Jepang sendiri telah dibatasi sejak bulan lalu akibat pasokan yang berkurang drastis. Kondisi ini juga mempengaruhi rantai distribusi internasional, memicu kenaikan harga dan pembatasan stok di berbagai tempat.
Dilansir dari Liputan 6 (21/11/24), beberapa supermarket Singapura, seperti FairPrice, Meidi-Ya, dan Isetan, mengklaim masih memiliki stok cukup.
Namun, sejumlah kafe, termasuk Matchaya, melaporkan kesulitan mendapatkan pasokan, bahkan harus mengimpor dalam jumlah kecil dengan frekuensi lebih sering.
Kafe-kafe di Australia juga merasakan dampak langkanya matcha. Beberapa kedai teh mengaku harus menunggu hingga tiga bulan untuk pengiriman baru dari Jepang.
Penyebab Kelangkaan Matcha
Menurut laporan Sydney Morning Herald, kelangkaan ini disebabkan oleh proses produksi matcha yang kompleks.
Perwakilan dari Ippodo Tea menyampaikan kepada Sydney Morning Herald bahwa panen daun teh berkualitas tinggi di Kyoto hanya dilakukan sekali dalam setahun. Setelah itu, proses penggilingan daun menjadi bubuk matcha berkualitas membutuhkan waktu yang cukup lama.
Daun teh terbaik atau first flush hanya dipanen sekali setahun selama periode singkat, yaitu sekitar kurang dari dua bulan pada April dan Mei dilansir dari Kompas (21/11/24).
Sementara itu, daun teh yang dipanen pada bulan Juni hingga Juli (second flush) dan September hingga Oktober (third flush) memiliki kualitas lebih rendah dan tidak sepopuler first flush.
Proses panjang dalam produksi matcha tidak mampu mengimbangi permintaan global yang terus meningkat, salah satunya didorong oleh tren media sosial.
Menurut laporan The Straits Times, kelangkaan matcha di Australia membuat beberapa toko dan kafe harus membatasi pembelian produk secara daring. Hal ini dilakukan demi menjaga stok mereka.
Bagaimana Dampaknya di Indonesia?
Berdasarkan survei terhadap 500 orang, 47,8% responden menyatakan “lumayan suka” dengan matcha, sementara 28,8% lainnya mengatakan “sangat suka.”
Artinya, lebih dari 75% responden memiliki ketertarikan terhadap produk berbasis matcha. Berbagai produk ini mulai dari minuman seperti matcha latte hingga dessert seperti es krim dan kue.
Dengan tingginya minat ini, matcha telah menjadi salah satu bahan baku favorit di banyak kafe dan restoran.
Tidak ada keterangan pasti mengenai apa dampak dari langkanya matcha terhadap industri F&B di Indonesia. Akan tetapi kita dapat menyimpulkan beberapa hal dari informasi di atas.
Dengan pasokan yang terbatas, produk yang menggunakan matcha impor dari Jepang dapat meningkat dari segi harga. Beberapa pelaku usaha kuliner mungkin mengurangi variasi menu berbasis matcha untuk menjaga ketersediaan bahan baku.
Di sisi lain, kelangkaan ini juga menjadi peluang bagi produsen lokal untuk mengembangkan alternatif bubuk teh hijau dengan harga lebih terjangkau. Jika kualitasnya bisa bersaing, maka dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor matcha.
Bagaimana menurut Anda? Apakah Anda juga menyajikan menu matcha pada bisnis kuliner Anda, dan apakah ada dampak kelangkaan matcha yang Anda rasakan?