Mengenal Kue Keranjang, Kue Tradisional Tionghoa yang Penuh Legenda

kue tradisional tionghoa
Ilustrasi kue keranjang. Foto: Wikipedia.

Di tengah gemerlap perayaan Tahun Baru Imlek, kita tak bisa lepas dari pesona kue tradisional Tionghoa yang kaya akan makna filosofis, yaitu Kue Keranjang. Di balik namanya yang unik, tersimpan sejarah panjang dan nilai-nilai luhur yang membuatnya begitu istimewa.

Seperti apa sejarah kue unik ini? Apa cerita menarik dibaliknya, serta bagaimana kudapan ini menduduki posisi penting terutama di kalangan suku Tionghoa? Mari simak lebih lanjut!

Legenda yang Menginspirasi

Kue Keranjang memiliki akar sejarah yang dalam, penuh dengan legenda dan mitos dari masyarakat Tionghoa. Dilansir dari Detik, kudapan ini sudah muncul sejak masa Dinasti Zhou sekitar abad ke-11 atau 256 tahun SM.

Dinasti ini berkuasa lebih dari 2.000 tahun yang lalu, ketika konsep “tahun” mulai dikenal. Bersamaan dengan periode ini, kue keranjang muncul sebagai bentuk pengorbanan kepada Tuhan dan leluhur. Bentuk pengorbanan tersebut juga tak lepas dari legenda menarik.

Alkisah hiduplah seorang pria bernama Gao yang berhasil mengusir seekor raksasa lapar bernama Nian dengan menciptakan kue sederhana dari tepung ketan dan gula. Kue ini diletakkan di depan pintu rumahnya, dan raksasa Nian yang penasaran menjadi suka pada kue tersebut, meninggalkan desa dan tidak pernah kembali.

Sejak itu, masyarakat Tionghoa membuat Kue Keranjang setiap perayaan Imlek untuk mengenang jasa Gao yang menyelamatkan mereka dari ancaman Nian. Tidak heran jika nama kue tersebut menjadi Nian Gao oleh penduduk Cina. Sementara daerah berdialek Hokkian disebut Ti Kwe.

Variasi dan Ciri Khas Kue Tradisional Tionghoa, Kue Keranjang

Kue Keranjang tidak hanya dikenal karena ceritanya yang menginspirasi, tapi juga karena variasi, ciri khas, dan keunikan bahan-bahan yang digunakan. Terbuat dari tepung ketan dan gula merah, kue ini memiliki tekstur kenyal dan lengket yang khas. Proses pembuatannya melibatkan pencetakan dengan wadah berbentuk keranjang, memberikan nama pada kue ini.

Selain bentuk dan teksturnya, Kue Keranjang memiliki rasa manis yang lezat. Di beberapa daerah di Indonesia, kue ini juga dikenal dengan sebutan dodol China, merujuk pada teksturnya yang menyerupai dodol ketan.

Filosofi dan Nilai Kue Keranjang

kue tradisional tionghoa
Kue keranjang. Foto: Wikipedia.

Kue Keranjang bukan sekadar hidangan lezat, tapi juga sarat dengan makna filosofis bagi masyarakat Tionghoa. Makna tersebut bahkan dapat dilihat mulai dari cara penyusunannya.

Penyusunan kue yang tinggi bertingkat memiliki makna peningkatan rejeki dan kemakmuran. Kue ini dijadikan sesaji pada upacara sembahyang leluhur, tujuh hari menjelang puncak Tahun Baru Imlek. Karena dianggap berharga, kue ini biasanya tidak dimakan hingga Cap Go Meh atau malam ke-15 setelah Tahun Baru Imlek.

Lalu dari segi rasa juga mengandung filosofi tersendiri. Rasanya yang manis melambangkan suka cita, kegembiraan, dan harapan akan tahun yang manis. Bentuk bulatnya menggambarkan kekeluargaan, di mana setiap anggota keluarga diharapkan saling menghormati dan menghargai.

Teksturnya yang kenyal menjadi simbol keuletan dan kegigihan dalam mencapai cita-cita di tahun baru.

Masuknya Kue Tradisional Tionghoa di Indonesia

kue tradisional tionghoa
Ilustrasi kue keranjang. Foto: Wikipedia.

Kue Keranjang bukan hanya warisan Tionghoa, tapi juga telah meresap dan diadaptasi di berbagai daerah di Indonesia. Di sini, kue ini lebih dikenal dengan nama dodol China. Dipercaya masuk ke Indonesia sejak abad ke-5 oleh orang Tionghoa, Kue Keranjang menjadi hantaran wajib di klenteng. Masyarakat Tionghoa yang mendarat di pantai akan mendirikan klenteng kecil sebagai ungkapan syukur kepada Dewa Bumi.

Di Indonesia, dikabarkan bahwa Kue Keranjang diperkenalkan oleh orang Tionghoa pada abad ke-5. Informasi ini diungkapkan oleh sejarawan Semarang, Jongke Tio.

“Orang Tionghoa memasuki Indonesia pada abad ke-5. Pada saat itu, mereka masih berupa pria yang datang. Di Semarang, pendaratan mereka terjadi di daerah Mangkang. Nama Mangkang berasal dari nama kapal China yang disebut Wangkang,” ungkap Jongkie.

Kue Keranjang kemudian menjadi bagian dari hantaran yang wajib di klenteng. Saat pelaut China mendarat, mereka akan mendirikan klenteng kecil sebagai ungkapan terima kasih kepada Dewa Bumi.

“Orang Tionghoa, ketika mendarat, akan berterima kasih kepada Dewa Bumi dengan mendirikan klenteng tidak jauh dari daerah pantai. Di lokasi ini umumnya terdapat klenteng kecil,” tambahnya.

Kesimpulan tentang Kue Keranjang

Dalam sebuah perayaan, Kue Keranjang bukan hanya sekadar camilan lezat. Ia mengandung sejarah, makna, dan filosofi yang membuatnya begitu istimewa. Dari bentuknya yang unik hingga rasa manis yang lezat, Kue Keranjang membawa harapan akan tahun yang lebih baik, penuh kekeluargaan, dan keberuntungan bagi yang memakannya.

Selamat menikmati kelezatan dan nilai filosofis dalam setiap gigitan Kue Keranjang!

 

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments